Bahaya Skabies Bagi Manusia
Skabies atau yang
banyak dikenal sebagai penyakit kudis, gudik, budukan, gatal agogo bagi
masyarakat awam, adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes
scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini
berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop. Penyakit ini
mudah sekali menular dari manusia ke manusia, dan dari hewan ke manusia atau
sebaliknya.
Banyak faktor yang
menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain : sosial ekonomi rendah,
hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuisitas
(bergonta-ganti pasangan), dan perkembangan dermografik serta ekologik.
Skabies mudah menyebar baik secara kontak langsung atau tidak langsung.
Kontak langsung yang berulang-ulang dan dalam jangka waktu cukup lama dapat
sangat mudah menyebabkan penularan. Kontak langsung misalnya berjabat tangan,
tidur bersama dan hubungan seksual. Sedangkan kontak tidak langsung misalnya
adalah melalui kontak dengan baju, handuk, sprei, dan air yang terdapat
tungau Sarcoptes scabei. Tungau penyebab skabies ini secara
morfologik merupakan tungau kecil berbentuk oval, punggung cembung dan bagian
perut rata. Ukuran yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron,
sedang yang jantan lebih kecil, yaitu 200-240 mikron x 150-200 mikron. Setelah
kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati,
kadang-kadang masih bias bertahan hidup untuk beberapa hari dalam terowongan
yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang tlah dibuahi menggali
terowongan di stratum korneum dengan kecepatan 2-3 mm perhari sambil meletakkan
telurnya 2 atau 4 butir perharisampai mencapai jumlah 40 sampai 50. Bentuk
betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas dalam
waktu 3-5 hari dan kemudian menjadi larva yang tinggal dalam terowongan tapi
dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2
bentuk, jantan dan betina. Seluruh sklus hidupnya mulai telur hingga dewasa
memerlukan waktu 8-12 hari.
Penyakit scabies
memiliki 4 gejala klinis sebagai tanda cardinal. Diantaranya adalah: Pruritus
nokturna (gatal pada malam hari), menyerang manusia secara berkelompok, adanya
terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi kulit yang berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok-kelok, rata-rata panjang 1 cm,
pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang berisi air, dan yang ke
empat adalah ditemukannya tungau penyebab. Ada pendapat yang menyatakan bahwa
penyakit scabies ini merupakan “the great imitator” karena dapat menyerupai
banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. Sebagai diagnosis banding ialah:
prurigo, pedikulosis korporis, dan dermatitis.
Berdasarkan data
dari bagian Rekam Medis Poliklinik Universitas Brawijaya bulan Maret-April
2014, penyakit Skabies menduduki peringkat pertama penyakit kulit yang dialami
pasien mahasiswa yang berobat rawat jalan ke poliklinik Universitas Brawijaya.
Dan dari mahasiswa yang menderita penyakit skabies tersebut lebih dari 80% adalah
anak kost. Hal ini menunjukkan bahwa penularan penyakit skabies banyak terjadi
di tempat-tempat kost. Tempat kost dengan hygiene sanitasi yang kurang baik,
lembab, kurang sinar matahari akan menjadi faktor resiko berkembang biaknya
penyakit skabies.
Penyakit skabies
dapat diobati, dengan menggunakan obat topikal (oles) maupun obat yang diminum.
Obat topikal yang banyak digunakan diantaranya adalah permetrin, belerang
endap, dan gameksan, sedang obat sistemik yang diminum adalah ivermectin.
Penyakit ini dapat lebih mudah diberantas jika seluruh anggota keluarga atau
seluruh teman sekamar juga ikut diobati, sehingga tidak lagi ada penularan.
Kesadaran untuk menjaga hygiene sanitasi lingkungan yang baik juga ikut
mendukung pemberantasan penyakit ini. Dengan memperhatikan pemilihan dan cara
pemakaian obat, serta syarat pengobatan serta menghilangkan faktor predisposisi
(antara lain hygiene), maka penyakit ini dapat diberantas dan memberikan
prognosis yang baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar